Hasil panen dan kualitas produk yang tinggi merupakan dambaan semua petani. Untuk mencapai ‘gol’ tersebut acapkali kita menerapkan cara-cara yang “tidak sesuai” dengan yang dibutuhkan oleh alam. Contohnya adalah pemupukan dengan menggunakan bahan kimia sintetis yang melebihi dosis anjuran. Penggunaan pestisida tanpa memikirkan dampak lingkungan kedepan yang akan dihadapi. Aplikiasi herbisida yang mengganggu vegetasi habitat organisme tanah, serta budidaya satu jenis famili tanaman yang sama sepanjang tahun serta kultivasi atau pengolahan lahan dengan menggunakan alat berat yang merusak habitat organisme baik yang hidup disuatu lahan pertanian.
Beragam aktifitas kultifasi tersebut mengakibatkan berkurangnya kualitas kesuburan tanah. Akibatnya adalah terjadi ledakan populasi hama dan penyakit karena berkurangnya kemampuan kompetisi organisme baik dan berubahnya kondisi fisik, kimia dan biologi tanah.
Kemampuan Leguminosa Dalam Mengikat Nitrogen Diudara
Jenis tanaman yang sangat fital dalam program rotasi tanaman salah satunya adalah tanaman leguminosa atau legume. Udara di atmosfir memiliki kandungan Nitrogen 75%. Dimana Nitrogen merupakan salah satu dari tiga jenis nutrisi makro yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah besar. Tanaman sawi (Brassica) sereal (jagung, oat, gandum, padi) dan tanaman buah-buahan membutuhkan Nitrogen dalam bentuk amonium dengan jumlah yang besar. hal ini dikarenakan jenis tanaman tersebut tidak memiliki kemampuan dalam memproduksi Nitrogen.
Berbeda dengan tanaman leguminosa, leguminosa merupakan jenis tanaman kacang-kacangan yang memiliki kemampuan dalam memfiksasi atau memanfaatkan nitrogen di udara. Nitrogen akan dipecah menjadi bentuk amonium yang dapat diserap oleh tanaman dengan bantuan bakteri rhizobium sp. Kemampuan inilah yang menyebabkan tanaman legum apabila bersimbiosis dengan jenis bakteri rhizobium yang sesuai dapat mengurangi kebutuhan tambahan pupuk dengan kandungan nitrogen tinggi dari luar. Dari simbiosis ini bakteri rhizobium akan mendapatkan energi berupa asam amino.
Organisme tanah seperti bakteri, nematoda dan protozoa akan tumbuh dan berkembang dengan cepat di sekitar perakaran tanaman legum. Awal dari kemampuan tanaman legum dalam memfiksasi nitrogen udara sebenarnya dimulai dari infeksi serabut akar tanaman legum oleh bakteri. Bakteri masuk dan menginfeksi kedalam DNA perakaran. Akibat dari infekisi tersebut adalah tanaman legum memiliki kemampuan dalam mengikat nitrogen di udara dengan sangat efisien.
Bahkan tanaman legum herba seperti alfalfa, kembang telang (clitorea ternatea), kacang lab-lab (lab-lab purpureus), kacang kedelai dan kacang hijau mampu mengikat nitrogen di udara kedalam tanah sebanyak 50-250kg/ha. Nitrogen tersebut akan tersedia bagi tanaman legum itu sendiri dan bagi tanaman berikutnya. ketersediaan nutrien tersebut adalah saat akar tanaman legum terdekomposisi atau terurai di tanah.
Dengan jumlah nitrogen yang tersedia di tanah sebanyak itu, penggunaan tanaman legum dalam sistem rotasi dengan tanaman sereal (jagung dan padi) akan mampu mengurangi penggunaan pupuk Nitrogen sintetis. Bahkan dengan manajemen yang baik akan meniadakan sama sekali penggunaan pupuk sumber Nitrogen, baik yang berupa produk sintetis maupun organik (kotoran ternak atau kompos) dari luar.
Ketika biomassa atau hijauan tanaman legum mulai dari daun, batang, bunga, biji dan akar tidak diberikan ke ternak melainkan dibiarkan terurai ditanah, maka selain nitrogen yang melimpah, residu hijauan legum tersebut akan menyediakan nutrisi kalium dan phospor bagi tanaman sereal yang ditanam. sehingga dapat menekan input pupuk sumber kalium dan pospor kedalam sistem.
Apabila kita mengangkat akar tanaman legum, maka kita akan mendapati bintil-bintil yang tumbuh seperti tumor di perakaran legum. Didalam bintil tersebutlah tumbuh dan berkembang koloni bakteri yang bersimbiosis secara mutualisme yaitu bakteri rhizobium sp. Bakteri inilah yang membantu tanaman legum dalam memfiksasi nitrogen (N2) dan dipecah menjadi amonium (NH4) sehingga tersedia dan dapat diserap oleh tanaman.
Share ke temanmu apabila bermanfaat. Thanks for reading…
Sumber :
Collins, D., Cogger, D., Koenig, R. (2013) Soil Fertility in Organic Systems: A Guide for Gardeners and Small Acreage Farmers. A Pacific Northwest Extension Publication PNW646, Washington State University.
Collins, D., Cogger, D., Koenig, R. (2013) Soil Fertility in Organic Systems: A Guide for Gardeners and Small Acreage Farmers. A Pacific Northwest Extension Publication PNW646, Washington State University.
Fukoka, M. (1992). The One-Straw, Revolution An Introduction to Natural Farming. Other India Press, Mudra, 383, Narayan Peth, Pune 411 030 India.
Magdoff, F., and Van, H. (2009). Buildings Soils For Better Crops Sustainable Soil Management. Sustainable Agriculture Research and Education, University of Maryland and University of Vermont.
Magdoff, F., and Van, H. (2009). Buildings Soils For Better Crops Sustainable Soil Management. Sustainable Agriculture Research and Education, University of Maryland and University of Vermont.
https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Legume-Rhizobium
Gambar :
http://www.dpi.nsw.gov.au/__data/assets/image/0008/157490/fig2-innoculating.jpg
https://media1.popsugar-assets.com/files/thumbor/DGhCU62oqbIz-plrb_M0q0Go1cc/fit-in/2048xorig/filters:format_auto-!!-:strip_icc-!!-/2015/10/01/862/n/1922398/a5fd28e2_shutterstock_130707287.jpg
http://bio1903.nicerweb.com/Locked/media/ch37/37_11xRootNodulesMacro.jpg