Saya lahir di Jakarta, 17 Juni 1970. Saya dibesarkan di lingkungan penganut Katolik. Sejak kecil, saya diperkenalkan dengan ajaran agama itu. Saya pun sekolah di SD Katolik. Namun, saat duduk di bangku sekolah lanjut pertama {SMP), saya mulai bergaul dengan teman-teman yang beragama Islam. Mereka sangat baik dan toleran. Sikap mereka ini membuat saya dekat dengan mereka.
Secara perlahan-perlahan, saya memperhatikan ajaran agama dan tata cara ibadah mereka. Sepertinya ada perasaan yang menarik saya untuk terus mengikuti ajaran agama yang mereka anut. Dengan sengaja saya ikut pelajaran mereka. Teman-teman saya yang beragama Islam tidak keberatan. Bahkan, mereka senang. Lambat laun saya mulai meninggalkan pelajaran agama Kristen yang diberikan setiap hari Jumat. Entah mengapa itu bisa terjadi. Dan, saya begitu senang mengikuti pelajaran agama Islam.
Saya masih mengikuti pelajaran agama Islam sampai saya duduk di kelas dua SMP. Ketika pelajaran itu, saya oleh guru disuruh membaca surah dalam Al-Qur’an. Saya bingung. Saya terdiam. Guru itu terus menyuruh saya membaca ayat suci itu. Sambil terputus-putus karena saya diajari oleh teman di balik kaca-saya mencoba membaca ayat suci itu.
“Kamu tidak bisa baca Al-Qur’an, Lina?” tanya guru agama. Saya diam. Akhirnya, guru itu tahu mengapa saya membaca terputus-putus. Guru itu segera menegur teman yang mengajari saya. “Kamu ngapain di situ?” tegur pak guru. Teman saya menjawab bahwa dia sedang membantu saya membaca Al-Qur’an.
“Memangnya Lina tidak mengaji?” tanya pak guru lagi. “Tidak,” jawab saya spontan. Kemudian, guru itu pun bertanya apa agama saya yang sebenarnya. Saya menjawab, Katolik. Guru itu heran mengapa saya ikut pelajaran agarna Islam, sedangkan saya beragam Katolik.
Saya segera menyadari bahwa saya belum Islam. Tapi saya begitu senang mengikuti pelajaran itu. Saya mohon agar saya tetap diizinkan mengikuti pelajaran agama Islam. Lambat laun pengetahuan saya tentang Islam makin dalam. Artinya, saya mulai meninggalkan ajaran agama saya sendiri. Saya malas mengikuti pelajaran agama Kristen setiap hari Jumat.
Untuk dapat mengikuti pelajaran agama Islam, saya minta kepada teman saya untuk membantu mengajarkan saya mengaji Al-Qur’an. Mereka sangat senang. Dengan agak malu, saya mulai belajar dari dasar atau dari alif-ba-ta. Saya menangis, sudah sebesar ini baru belajar alif-alifan. Namun, saya sadar bahwa ini adalah permulaan bagi saya untuk menggapai Islam.
Bukan belajar mengaji saja yang saya lakukan, tetapi saya juga belajar tata cara ibadah, berwudhu, dan shalat. Teman-teman saya terus mengajari, walaupun saya tidak tahu makna dari ibadah itu. Saya begitu senang melakukannya.
Setelah diajari tata cara ibadah itu, saya berpikir bahwa agama Islam itu sangat menekankan kebersihan dan kesucian Bagai mana tidak, sebelum kita melakukan shalat atau menghadap Tuhan (Allah), kita diharuskan untuk bersuci, baik dari hadas kecil maupun hadas besar. Sungguh hal yang menakjubkan. Ini tidak ada dalam tata cara ibadah agama saya: Katolik.
Mimpi disuruh Shalat
Suatu malam, saya bermimpi. Dalam mimpi itu, saya dituntun dan disuruh mengambil air wudhu dan shalat oleh seorang bapak dan ibu yang tidak saya kenal. Untuk melakukan shalat, saya diberinya mukena. Pada tangan kanan saya diberikan Al-Qur’an serta tasbih yang dikalungi pada tangan itu juga. Jari-jemari tangan saya digenggam erat oleh mereka. Saya bertambah bingung. Saya berpikir ibadah ini sangat berbeda dengan ibadah agama Katolik.
Pagi harinya, saya ceritakan mimpi itu kepada ibu saya. Setelah mendengar cerita itu, ibu bertanya apakah saya ingin masuk Islam? Saya pun mengiyakan. Tekad saya sudah bulat. Akhirnya, ibu mengatakan agar saya harus membulatkan tekad untuk pindah keyakinan. Katanya, itu hak saya karena saya sudah dewasa dan bebas menentukan pilihan dalam agama.
Niat untuk pindah keyakinan sudah bulat. Keluarga saya tidak menghalangi niat saya. Bahkan, mereka menyuruh saya memanggil guru mengaji ke rumah Saat pengajian dilakukan, mereka ikut mendengarkan. Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, atas taufik dan hidayah-Nya, kami sekeluarga akhirnya masuk Islam.
Upacara pengislaman kami sekeluarga berlangsung tepat dua hari menjelang Ramadhan. Pengislaman diri dan keluarga saya dilakukan di rumah dengan dibimbing oleh seorang ustadz. Saya bersuka cita dan gembira karena niat saya sudah terkabul. Dan, bahkan diikuti oleh keluarga saya.
Dengan menjadi seorang muslimah, saya yakin Islam adalah agama yang benar dan baik. Dalam agama Islam saya yakin bahwa apa yang saya minta selalu dikabulkan oleh Allah.
Saya punya kenangan yang membuat saya yakin bahwa Allah itu selalu mendengar doa hamba-Nya. Suatu ketika, saat saya berangkat kuliah, hujan turun deras. Saya nekat akan menerobosnya karena saat itu akan ujian. Saya nekat sambil terus berdoa. Alhamdulillah, doa yang saya baca walaupun hanya bahasa Indonesia, ternyata didengar oleh Allah. Hujan pun seketika langsung berhenti.
Setiap menjelang ujian, saya berdoa agar dapat nilai baik. Alhamdulillah, doa saya terkabul. Sejak saat itu, saya yakin bahwa doa kaum muslimin selalu didengar oleh Allah.
Saya begitu senang menjalankan semua perintah yang diajarkan oleh agama Islam. Puasa, shalat, baik sunnah maupun wajib–adalah ibadah rutin saya. Puasa di tahun pertama keislaman saya sangat berkesan. Saya begitu menikmati ibadah puasa itu.
Untuk mendalami Islam, saya mengikuti berbagai pengajian. Khusus hari Minggu pagi, saya pergi mengaji ke Majelis Taklim Ahad pagi di Masjid Al-A’raf T.B. Walisongo. Setiap mendengar ceramah agama, hati saya bagitu tersentuh, tenteram, dan tenang. Siraman rohani itulah yang menjadi makanan jiwa saya.
Setelah menjadi seorang muslimah, terkadang saya suka membandingkan dengan agama saya yang dulu. Jika di Katolik, saya hanya satu kali dalam satu minggu berdoa di gereja. Tapi, dalam Islam saya bisa lima kali dalam setiap harinya. Dan, itu bisa dilakukan di mana saja. Sebab, masjid dan mushalla ada di mana-mana. Tidak seperti gereja.
Saya bersyukur menjadi seorang muslimah. Selain mudah beribadah, saya juga mendapat saudara baru yang seakidah dan seagama. Saya bertekad untuk terus memegang ajaran agama Islam dan mergalankan semua perintah agama. Saya yakin Allah selalu mengabulkan permohonan dan doa hambaNya.
Mimpi yang menyuruh saga berwudhu dan shalat serta ikut pelajaran agama Islam di sekolah merupakan rahmat yang patut saya syukuri. Sebab, keduanya mengantarkan saya kepada agama yang bertauhid; yang mengajarkan kebaikan dan kebenaran.