Profil Ibrahim Sjarief Assegaf: Pengacara Visioner, Suami Najwa Shihab yang Berpulang
Dunia hukum dan media Indonesia tengah berduka atas kepergian Ibrahim Sjarief Assegaf, seorang pengacara ternama dan suami dari jurnalis senior Najwa Shihab. Ibrahim wafat pada hari Selasa, 20 Mei 2025 pukul 14.29 WIB di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), Jakarta Timur, akibat stroke yang menyebabkan pendarahan di otak. Ia sempat menjalani perawatan intensif sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Jenazah almarhum disemayamkan di kediaman keluarga yang terletak di Jalan Jeruk Purut No. 8–9, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Rencananya, Ibrahim akan dimakamkan pada Rabu, 21 Mei 2025 pukul 10.00 WIB di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut. Kehadirannya akan selalu dikenang sebagai sosok yang berdedikasi dalam dunia hukum serta pribadi yang rendah hati dalam kehidupan sosialnya.
Latar Belakang dan Pendidikan
Ibrahim Sjarief Assegaf lahir di Surakarta pada tahun 1977. Sejak muda, ia menunjukkan minat yang besar pada bidang hukum. Ia menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) dan lulus sebagai Sarjana Hukum pada tahun 1997. Tak berhenti sampai di situ, kecintaannya terhadap ilmu hukum membawanya melanjutkan studi ke luar negeri. Ia meraih gelar Master of Laws (LL.M) dari University of Melbourne, Australia, pada tahun 2009.
Pendidikan formalnya semakin diperkuat ketika ia mengikuti program sebagai peneliti tamu (visiting fellow) di Harvard Law School, Amerika Serikat. Di sana, Ibrahim mengikuti program Studi Hukum Asia Timur yang menambah wawasan serta memperkuat posisinya sebagai ahli hukum dengan pemahaman lintas budaya dan sistem.
Karier Hukum yang Cemerlang
Karier profesional Ibrahim dimulai tak lama setelah ia lulus dari Universitas Indonesia. Ia bergabung dengan firma hukum ternama Hadiputranto, Hadinoto & Partners (HHP) pada tahun 1997. Di sana, ia mengasah kemampuannya dalam bidang hukum korporasi, keuangan, dan infrastruktur. Setelah tiga tahun, ia melanjutkan kiprahnya sebagai Executive Director di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) hingga tahun 2003.
Sejak tahun 2009, Ibrahim bergabung dengan firma hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), salah satu kantor hukum paling berpengaruh di Indonesia. Di sana, ia menjabat sebagai Managing Partner dan memainkan peran penting dalam menangani kasus-kasus besar di bidang perbankan, pembiayaan, restrukturisasi, dan merger & akuisisi.
Sebagai pengacara yang dihormati, Ibrahim pernah dinobatkan dalam daftar “Highly Regarded Lawyer” oleh IFLR1000 dan “Leading Lawyer” oleh AsiaLaw. Kiprahnya diakui oleh publikasi internasional seperti Chambers and Partners dan Legal500 Asia Pacific, mencerminkan integritas dan keahlian yang ia miliki di mata dunia hukum global.
Inovator di Dunia Hukum Digital
Selain aktif dalam dunia praktik hukum, Ibrahim juga turut membentuk masa depan layanan hukum di Indonesia. Ia menjabat sebagai Direktur di Justika, sebuah platform digital yang bertujuan mempermudah akses masyarakat terhadap informasi dan konsultasi hukum. Melalui Justika, Ibrahim ikut mendorong inklusivitas dalam akses hukum, terutama bagi masyarakat yang selama ini kesulitan mendapatkan bantuan hukum konvensional.
Kehidupan Pribadi dan Keluarga
Ibrahim menikah dengan Najwa Shihab pada tahun 1997. Najwa dikenal sebagai jurnalis independen dan pendiri Narasi, media digital yang berfokus pada jurnalisme progresif. Dari pernikahan mereka, pasangan ini dikaruniai dua orang anak. Anak pertama mereka, Izzat Assegaf, tumbuh sebagai pemuda yang cerdas dan aktif. Sayangnya, anak kedua mereka, Namiyah binti Ibrahim Assegaf, meninggal dunia hanya beberapa jam setelah dilahirkan pada 15 Desember 2011 — sebuah peristiwa yang mendalam dan menguatkan ikatan batin keluarga kecil ini.
Sosok yang Rendah Hati dan Humanis
Mereka yang pernah bekerja bersama Ibrahim menggambarkannya sebagai pribadi yang bijaksana, tenang, dan penuh empati. Ia dikenal tidak hanya sebagai pemimpin di bidang profesional, tetapi juga sebagai teman diskusi yang hangat dan pemikir yang tajam. Dalam dunia yang kerap keras seperti dunia hukum, Ibrahim menjadi teladan bagaimana integritas dan kemanusiaan tetap dapat berjalan beriringan.
Warisan dan Pengaruh
Kepergian Ibrahim meninggalkan ruang kosong dalam dunia hukum Indonesia. Namun, warisan pemikiran, etos kerja, serta dedikasi terhadap keadilan dan akses hukum akan terus hidup melalui karya-karyanya, baik dalam bentuk praktik hukum, advokasi, maupun inovasi digital. Ia adalah contoh nyata bahwa seorang pengacara tidak hanya mengurus perkara, tetapi juga bisa menjadi agen perubahan sosial yang inklusif dan berkelanjutan.