Sejarah Brunei Darussalam Yang Jarang Diketahui

 Brunei, merupakan salah satu negara kecil berdaulat yang terletak di utara Pulau Kalimantan dan memiliki luas wilayah sekitar 5.765 km2. Berbatasan dan dipisahkan oleh Malaysia, wilayah Brunei terbagi atas dua bagian dengan 97% penduduknya berada …

 Brunei, merupakan salah satu negara kecil berdaulat yang terletak di utara Pulau Kalimantan dan memiliki luas wilayah sekitar 5.765 km2. Berbatasan dan dipisahkan oleh Malaysia, wilayah Brunei terbagi atas dua bagian dengan 97% penduduknya berada di wilayah bagian Barat yang lebih besar.

Sejarah kesultanan Brunei berusia 600 tahun dan saat ini menjadi dinasti Muslim tertua di wilayah tersebut.

Sejarah Brunei Awal Sebelum Islam

Keberadaan Brunei sudah ada sejak abad ke-6 dan menjadi kerajaan tertua di antara kerajaan-kerajaan tanah Melayu.

Pada masa itu daerah Brunei menjadi salah satu pelabuhan persinggahan dan pusat perdagangan dari Cina, Arab dan India. Dalam beberapa catatan sejarah, Cina menyebutkan daerah Brunei dengan beberapa istilah yaitu Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Sementara dalam catatan Arab, Brunei lebih dikenal dengan Dzabaj atau Randj. Penyebutan nama-nama tersebut dapat dikatakan sebagai masa Kerajaan Brunei Tua.

 Selama masa pemerintahan Dinasti Liang (502-566 Masehi) disebutkan suatu daerah bernama Po-li yang berada di sebelah tenggara Canton (Hongkong saat ini), berjarak sekitar 60 hari pelayaran dan membawahi 136 wilayah. Dalam buku Chiu Tang Su juga disebutkan bahwa pada tahun 630 M, Po-li telah mengirim utusan ke Cina. Nama Po-li diganti dengan Po-lo selama pemerintahan Dinasti Tang (618-906 M). Pada masa itu sekitar tahun 669 M, raja Po-lo bersama Huan-wang (Siam) telah mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 642, 669, dan 711 M.

 Memasuki abad-10 pada masa Dinasti Sung ( 960-1279 M), tercatat nama baru untuk wilayah Brunei dengan sebutan Pu-ni. Menurut Charington, Po-ni atau Pu-ni adalah nama yang sama untuk menyebut Po-lo, seperti yang terkutip dalam buku Hsin Tang Shu, “… setelah lenyapnya keberadaan Po-lo, nama Pu-ni disebut pertama kali dalam catatan sejarah Tiongkok Sung Shih.”

Orang Pu-ni melakukan perdagangan dengan menukarkan tikar, emas, tembikar, porselen, barang perak, kain sutra, kain kasa dan kiap. Dan barang-barang yang diperoleh dari Cina berupa kapur barus, tanduk rusa, timah, gelang dari gading gajah, kulit kura-kura, sarang burung, wangi-wangian, kayu cendana dan rempah-rampah.

 Tercatat juga saat Brunei masih menjadi wilayah kekuasaan Majapahit, Raja Brunei memberikan kapur barus dan air pinang muda setiap tahun sebagai upeti.

Saat Dinasti Sung digantikan oleh Dinasti Ming yang bekuasa pada tahun 1368-1643 M, nama Pu-ni digantikan dengan Brunei. Penyebutan tersebut diperkirakan karena pengaruh perpindahan Kerajaan Brunei Tua ke Kota Batu yang terjadi sebelum tahun 1397 M.

 Selain tercatat dalam sejarah Cina, nama Brunei juga tercantum dalam Kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 M, dimana Brunei pernah menjadi menjadi salah satu wilayah taklukan Majapahit bersama dengan Sedu (Serawak), Saludung (Manila), Solot (Sulu), Trangganu, Johor, Tumasik (Singapura), dan lain-lain. Pada tahun 1362 M, Awang Alak Betatar naik tahkta dan saat Patih Gadjah Mada mangkat pada tahun 1364 M, Kerajaan Brunei Tua memiliki kesempatan untuk melepaskan diri dari Majapahit, dan memproklamirkan diri sebagai kerajaan merdeka pada tahun 1365 M.

 Terdapat juga catatan lisan tradisi yang diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari kata baru nah. Sebutan itu muncul setelah sekelompok klan / suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negara baru. Setelah mendapatkan wilayah yang strategis diapit oleh bukit, air, serta jalur transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan, mereka mengucapkan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik dan sesuai dengan keinginan mereka.

 Brunei Baru dan Perkembangan Islam

Seperti sejarah kerajaan tua lainnya, budaya Brunei dimulai dari agama Hindu-Buddha dengan ditemukannya replika stupa saat pertama kali kerajaan itu didirikan. Perkembangan Islam sendiri tidak lepas dari pengaruh para musafir dan pedagang Arab sejak tahun 977 M.

Pemerintahan Islam pertama di Brunei dimulai saat dipimpin oleh Raja Puni Mahamosha (Muhammad Shah) pada tahun 1363 M. Ketika kerajaan Brunei Tua merdeka, Raja Awang Alak Betatar menjalin kerja sama dengan seorang putri Kesultanan Johor.

Melalui perkawainan tersebut Raja Awang Alak Betatar akhirnya memeluk Islam dan mendapatkan gelar dari Sultan Johor, yaitu Sultan Muhammad Shah. Saat itulah pertama kalinya Islam diterapkan sebagai agama negara.

Sultan Muhammad Shah memerintah Brunei sampai tahun 1402 M. Dalam catatan sejarah disebutkan Sultan Muhammad Shah hanya memiliki satu orang putri bernama Putri Ratna Dewi.

Tetapi dalam catatan sejarah Cina, Muhammad Shah memiliki satu orang putra bernama Sultan Abdul Majid Hasan yang ditulis Ma-na-je-ka-na. Sayangnya Sultan Abdul Majid Hasan tidak termasuk dalam silsilah Raja-Raja Brunei karena beliau mangkat pada tahun 1408 M saat perjalanan kunjungan ke Nanking, dan dimakamkan di Cina dengan tulisan pada makamnya berbunyi “Makam Raja Pu-ni”.

Penyebaran Islam dimulai pada abad ke-13 dan mengalami perkembangan pesat saat Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 tahun 1425.

Dengan silsilah kerajaan tercatat pada Batu Tarsilah yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja pertama yang memeluk Islam tahun 1368 sampai Sultan Muhammad Tajudin 1795-1804 dan 1804-1807. Raja-raja Brunei Darusalam yang memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:
 1. Sultan Muhammad Shah (1383 – 1402)
 2. Sultan Ahmad (1408 – 1425)
 3. Sultan Syarif Ali (1425 – 1432)
 4. Sultan Sulaiman (1432 – 1485)
 5. Sultan Bolkiah (1485 – 1524)
 6. Sultan Abdul Kahar (1524 – 1530)
 7. Sultan Saiful Rizal (1533 – 1581)
 8. Sultan Shah Brunei (1581 – 1582)
 9. Sultan Muhammad Hasan (1582 – 1598)
 10. Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598 – 1659)
 11. Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1659 – 1660)
 12. Sultan Haji Muhammad Ali (1660 – 1661)
 13. Sultan Abdul Hakkul Mubin (1661 – 1673)
 14. Sultan Muhyidin (1673 – 1690)
 15. Sultan Nasrudin (1690 – 1710)
 16. Sultan Husin Kamaluddin (1710 – 1730) (1737 – 1740)
 17. Sultan Muhammad Allauludin (1730 – 1737)
 18. Sultan Omar Ali Saifuddien I (1740-1795) 

19. Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
 20. Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
 21. Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1826)
 22. Sultan Muhammad Alam (1826-1828)
 23. Sultan Omar Ali Saifuddin II (1828-1852)
 24. Sultan Abdul Momin (1852-1885)
 25. Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
 26. Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
 27. Sultan Ahmad Tajuddin (1924-1950)
 28. Sultan Omar ‘Ali Saifuddien III (1950-1967)
 29. Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah (1967-kini)

 Melalui silsilah Sultan Brunei ke-3 juga dapat dirunut bahwwa Sultan Sharif Ali merupakan keturunan Sayidina Hasan, cucu Rasulullah SAW. Masa pemerintahan Sultan Sharif Ali dikenal juga sebagai masa penguatan fondasi Islam di Kesultanan Brunei sejak masa pemerintahan Sultan Muhammad Shah. Sultan Sharif Ali menyusun pemerintahan berdasarkan agama Islam, mendirikan masjid, meluruskan arah kiblat, dan membuat aturan yang melarang rakyat Brunei untuk tidak mengkonsumsi daging babi. Jika dilanggar akan dikenakan hukuman mati. Karena itulah Islam mengalami perkembangan pesat dan saat itu Brunei juga dapat disebut sebagai pusat perkembangan Islam di wilayah Laut Cina Selatan.

 Sejarah Pemerintahan

Kerajaan Brunei Kuno bertempat di Muara Sungai Brunei, meliputi wilayah yang cukup luas Sabah, Brunei dan Sarawak. Setelah melepaskan diri dari pengaruh Majapahit, Brunei menjadi negara merdeka dan pusat perdagangan di wilayah Laut Cina Selatan dengan menjalin hubungan perdagangan dengan Cina.

Kata ‘Darussalam’ dalam bahasa Arab yang berarti ‘tempat yang damai’ ditambahkan sebagai nama negara oleh Syarif Ali untuk menegaskan Islam sebagai agama negara serta membantu penyebaran Islam ke seluruh wilayah.

Awal abad 15, Kerajaan Malaka dibawah pemerintahan Pameswara menyebarkan pengaruhnya dan mengambil alih perdagangan Brunei, yang menyebabkan berkembangnya penyebaran agama Islam.

Masa kegemilangan Brunei dimulai saat kejatuhan Malaka dari Portugis tahun 1511 dengan pengambil alihan kekuasaan oleh Sultan. Selama masa pemerintahan Sultan Bolkiah tahun 1473-1521, Brunei memperluas pengaruhnya sampai ke Utara hingga Luzon dan Sulu, ke Selatan dan Barat Kalimantan.

 Antonio Pigafetta menjadi orang Eropa pertama yang mengunjungi Brunei. Pigafetta menggambarkan Brunei sebagai kota yang sangat menakjubkan dimana setiap tamu yang bertemu Sultan akan diantar menggunakan Gajah dengan tempat duduk berlapis sutra. Negara kecil ini termasuk negara kaya dengan setiap penduduk menggunakan pakaian yang terbuat dari kain sutra bersulam emas, dihiasi mutiara dan memakai cincin dari batu mulia. Ekspedisi dan penggambaran Pigafetta tersebut menjadi titik tolak hubungan Brunei dengan Eropa terutama dari Portugis dan Spanyol.

 Kolonialisme Kerajaan Brunei dimulai tahun 1578 pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar. Masa itu terjadi perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Sultan Saiful Rizal dengan dua pangeran Brunei yang dikenal dengan ‘Perang Kastila’. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh Spanyol untuk merebut dan menguasai Brunei dengan mengirimkan surat kepada Sultan agar memberi keleluasaan dan perlindungan bagi para misionaris Spanyol yang menyebarkan agama Kristiani. 

Selain meminta jaminan keselamatan bagi misionaris mereka, pihak Spanyol juga menuliskan penghinaan terhadap Islam yang membuat Sultan marah, sehingga terjadi pertempuran antara Brunei dan Spanyol pada bulan April 1578. Dengan semangat juang dan nasionalisme yang tinggi, rakyat dan pemerintah Brunei berhasil memukul musuhnya pada tahun 1578 M.

Sebagai pelampiasan kekalahan perang, pasukan Spanyol dibawah kepemimpinan Dr. Fransisco de Sande memerintahkan untuk membakar Masjid Jami’ Brunei.

Rincian sejarah pembentukan negara Brunei:

• Tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan Timur Laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai penghargaan dalam penyelesaian perang saudara Sultan Abdul Mubin dengan Sultan Mohyidin. Kejatuhan kerajaan Brunei selanjutnya disebabkan adanya pergolakan antara ahli waris kerajaan dalam perebutan kekuasaan dan munculnya pengaruh Eropa yang merubah tatanan pemerintahan kerajaan-kerajaan di wilayah Asia Tenggara.

• Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Sarawak dan menyerang Brunei sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak.

James Brook dilantik menjadi ‘Raja Serawak’ di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan wilayah kekuasannya. Tanggal 19 Desember 1846, James Brook menguasi pulau Labuan dan wilayah sekitarnya. Brunei kehilangan wilayah kekuasaannya sedikit demi sedikit melalui perusahaan perusahaan dagang dan pemerintahannya sampai Brunei berada di bawah protektorat Inggris.

• Tahun 1888, Brunei menjadi salah satu negara kedaulatan Inggris dengan kesepakatan urusan dalam negri tetap menjadi kekuasaan Brunei dan urusan luar negri tetap berada di bawah pengawasan Britania.

Tahun 1906, Brunei menerima perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif pemerintahan dialihkan kepada perwakilan pemerintah Inggris yang menjadi penasihat Sultan dalam semua urusan pemerintahan kecuali hal-hal yang bersangkutan dengan adat istiadat dan masalah agama.

• Tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa dalam urusan pemerintahan dalam negri, sementara isu hubungan luar negri tetap berada dalam pengawasan Britania.

Tahun 1962, pembentukan badan perundangan dibatalkan karena timbulnya pemberontakan oleh partai oposisi (Partai Rakyat Brunei) yang ingin membentuk negara kesatuan Borneo Utara. Pemberontakan tersebut dapat diberantas dengan bantuan pemerintahan Inggris.

• Pada akhir 1950 dan awal 1960, Brunei menolak rencana pembentukan dan penyatuan Malaysia bersama dengan Singapura, Sabah, Serawak dan Tanah Melayu, dan menginginkan pembentukan Brunei sebagai salah satu negara merdeka yang berdiri sendiri.

Tahun 1967, Omar Ali Saifuddin III telah turun takhta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkian menjadi Sultan Brunei ke-29. Sri Sultan menjadi Menteri Pertahanan setelah Brunei mencapai kemerdekaan penuh dan diberi gelaar Paduka Seri Begawan Sultan. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town dirubah namanya menjadi Bandar Sri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Beliau mangkat pada tahun 1986.

Pada 4 Januari 1970, Brunei dan Inggris Raya menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya. Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.

Sistem Pemerintahan

Brunei Darussalam memiliki sistem pemerintahan monarki absolut dengan kepala pemerintahan Sultan Hassanal Bolkiah yang menjabat sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, perdana mentri dan mentri pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Karena kekuasaan mutlak Sultan sebagai pemimpin negara, Brunei menjadi salah satu negara paling stabil dari segi politik di wilayah Asia.

Pertahanan keamanan Brunei berdasarkan perjanjian kerjasama dengan Inggris dengan penempatan pasukan Gurkha yang ada di Seria.

 Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil dibandingkan dengan kekayaan dalam negri dan kekuatan negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan oposisi tahun 1960-an.

Hubungan diplomatik Brunei dengan luar negri terutama dengan negara-negara ASEAN. Brunei juga menjadi salah satu anggota PBB. Kesultanan Brunei secara aktif terlibat dalam persengketaan memperebutkan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil dengan Malaysia, terutama daerah yang mengandung minyak bumi dan gas alam, dua sumber kekayaan alam yang menopang perekonomian negara.

Brunei menuntut wilayah di Sarawak seperti Limbang, juga pulau kecil antara Brunei dan Labuan termasuk Pulau Kuraman. Bagaimanapun, pulau-pulau tersebut diakui secara internasional sebagai bagian wilayah Malaysia.

Perkembangan Wilayah

Wilayah Brunei dibagi atas 4 distrik:
 • Belait
 • Brunei dan Muara
 • Temburong
 • Tutong

Distrik-distrik tersebut dibagi lagi menjadi 33 mukim, yaitu:
 1. Sengkurong
 2. Gadong A dan Gadong B
 3. Berakas A
 4. Kuala Belait
 5. Seria
 6. Kilanas
 7. Sungai Liang
 8. Pengkalan Batu
 9. Kota Batu
 10. Pekan Tutong
 11. Berakas B
 12. Mentiri
 13. Serasa
 14. Kianggeh
 15. Burong Pinggai Ayer
 16. Keriam
 17. Lumapas
 18. Kiudang
 19. Saba
 20. Sungai Kedayan
 21. Sungai Kebun
 22. Bangar
 23. Bokok
 24. Telisai
 25. Labi
 26. Labu
 27. Kuala Balai
 28. Tanjong Maya
 29. Batu Apoi
 30. Labi
 31. Rambai
 32. Amo
 33. Melilas

 Penduduknya sebagian besar tinggal di bagian Barat dengan jumlah sekitar 10.000 orang tinggal di daerah Temburong. Dengan kurang lebih jumlah penduduk total 470.000 orang, lebih kurang 80.000 orang tinggal di ibukota Bandar Sri Begawan.

Sosial Budaya

Pada masa pra-islam, penduduk Brunei menganut agama Hindu-Buddha. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Brunei menjadi pelopor dan penggerak perkembangan Islam bagi wilayah sekitarnya termasuk sebelah timur kepulauan Melayu hingga Pulau Luzon, Cebu, Otan, dan sebagainya.

 Di masa lalu, penduduk Brunei memiliki adat istiadat kesopanan yang tinggi. Dalam catatan First Voyage Around the World karya Pigafetta yang dirujuk oleh Al-Sufri (1997), orang Brunei memiliki kebudayaan dan peradaban yang luhur. Selain itu orang Brunei juga memiliki rasa nasionalisme yang tinggi yang mereka sebut ‘semangat kebrueian’. Nasionalisme yang kental inilah yang membuat tentara Spanyol dipaksa mundur saat ingin menguasai Brunei.

 Saat ini Brunei menggunakan asas syariat Islam dalam hukum perundang-undangannya yang disebut hukum Syarak. Mencakup undang-undang jenayah Islam, muammalah, undang-undang keluarga, serta undang-undang keterangan acara.

Pengaruh kuat dari Sultan Sharif Ali yang ingin menjadikan penduduk Brunei sebagai muslim sejati berimplikasi pada prilaku penduduknya yang senantiasa menjaga perilakunya sesuai dengan syariat Islam.

Cara pengamalan Islam di Brunei didasarkan pada mazhab Syafii dalam bidang fikih dan ahlusunnah waljamaah di bidang akidah. Semenjak tahun 1984 saat diproklamirkan sebagai negara merdeka, Brunei menerapkan ‘Melayu Islam Beraja’ yang menjadi pedoman hidup bermasyarakat.

Brunei Saat Ini

Brunei memiliki indeks pembangunan manusia kedua di Asia Tenggara setelah Singapura.

Tumpuan ekonomi berupa minyak bumi dan gas yang menjadi sumber kekayaan negara dan membuat Brunei menjadi negara terkaya ke 5 dan sudah diklasifikasikan sebagai negara maju. Dua pertiga penduduk Brunei adalah Melayu, dengan agama resmi Islam. Brunei juga mengikuti hukum Islam Syariah.

Penduduk Brunei memperoleh pendidikan gratis, perawatan kesehatan, subsidi makanan dan perumahan. Dan mereka juga tidak membayar pajak penghasilan pribadi.

Budaya Brunei hampir sama dengan budaya Melayu dengan pengaruh kuat dari islam, tetapi lebih konservatif karena menerapkan sistem Islam Syariat, tidak seperti Malaysia dan Indonesia. Penjualan dan konsumsi alkohol diharamkan, dengan orang luar atau Non-Muslim masih diijinkan membawa maksimal 12 botol bir saat mereka masuk ke Brunei.

Parlemen Brunei juga mulai menerapkan fatwa haram untuk rokok pada tahun 2011 dengan tujuan mengurangi konsumsi rokok.

Dua pertiga penduduk Brunei adalah etnis Melayu. Sementara etnis minoritas yang paling penting dan menguasai ekonomi negara adalah Tionghoa (Han). Terdapat juga komunitas ekspatriat dengan sejumlah besar warga negara Inggris dan Australia. Bahasa yang digunakan secara resmi adalah Bahasa Melayu, dengan Bahasa Tionghoa dan Bahasa Inggris yang 95% dikuasai oleh setiap penduduknya.

Negara kecil yang kaya ini memiliki perekonomian campuran antara kewirausahaan dalam negri dan asing, pengawasan kerajaan, serta tradisi budaya perdagangan lama.

Pengeluaran minyak mentah dan gas alam terdiri dari setengah PDB. Tingginya tingkat pendapatan membuat pengeluaran perkapita menjadi jauh lebih kecil, dan keraajaan membekali semua biaya pengobatan dan memberikan subsidi pangan, perumahan dan pendidikan bagi setiap penduduk. Pemimpin Brunei merasa bimbang akan perkembangan ekonomi mereka dengan ekonomi dunia tidak seimbang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial dalam negri, sekalipun Brunei memainkan peranan penting dalam perekonomian dunia saat menjadi ketua APEC pada tahun 2000.

 Rancangan masa depan Brunei dipusatkan untuk menghadapi persoalan ketrampilan buruh, pengurangan pengangguran, perkuatan sektor pariwisata dan perbankan, dan perluasan bidang ekonomi yang akan mempengaruhi semua faktor kehidupan masyarakat. Bahkan saat ini sistem penerbangan negara sedang mencoba menjadikan Brunei sebagai salah satu tujuan perjalanan internasional antara Eropa dan Australia / Selandia Baru.

Selain itu Brunei juga menargetkan sebagai salah satu layanan penerbangan utama ke wilayah-wilayah Asia.

Sultan Haslsanah Bolkiah, yang menjadi salah satu orang terkaya di dunia dengan memiliki koleksi 500 mobil mewah dan istana dengan lebih dari 1500 kamar dengan total aset lebih dari 25 miliar dollar. Sultan juga membangun sebuah mesjid termegah dan terbesar di Brunei yang disebut “Mesjid Jami’ Asr-Hassanil Bolkiah”. Dibangun tahun 1988, mesjid ini mampu menampung 3.000 umat Islam. Selain dilengkapi ruang perpustakaan, pertemuan dan lounge yang indah, arsitektur dan interior mesjid ini menjadi kebanggaan Brunei dan kesultanan karena mampu menyaingi arsitektur dan interior Masjidil Haram di Makk

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments