Pohon Mangga |
Assalamu’alaikum wr. wrb.
Imam Syibli adaalah salah seorang yang mampu berdialog dengan tanaman, salah satu pohon tersebut adalah pohon mangga. Menunjukkan bahwa beliau bukan orang sembarangan di dunia para sufi.
Kisah yang penuh sarat dengan makna buat kita semua sahabat.
Bagaimana kisahnya…
Kisahnya.
Pada suatu hari Imam Syibli sedang berada di kebunnya yang subur.
Ketika sedang asyik bekerja di kebun itu, tiba-tiba saja terdengar suara yang memanggilnya.
“Syibli…!!! Syibli…!!!”
Imam Syibli segera menghentikan pekerjaannya dan mencari-cari siapa gerangan yang memanggil-manggil namanya.
Ternyata, suara itu datang dari sebuah pohon mangga.
“Ada keperluan apa engkau memanggilku?” tanya Imam Syibli.
“Jadilah makhluk yang memiliki sifat sepertiku,” jawab pohon mangga itu.
“Apa maksudmu…” tanya Imam Syibli yang tak mengerti.
“Jika aku dilempari orang dengan batu, aku balas melempari orang itu dengan buahku yang lezat,” tutur phon mangga itu.
“Oh…engkau memang baik hati,” sahut Imam Syibli.
“Tapi mengapa nasibmu tidak baik pada akhirnya?” tanya Iman Syibli.
Kini, ganti pohon mangga itu yang keheranan, dan tidak mengerti.
“Apa maksudny Syibli?” tanya pohon mangga.
“Kalau engkau sudha tidak ada gunanya lagi, sudah tua, batangmu akan ditebang. Daun-daunmu akan digunduli dan dirimu akan menjadi mangsa api sebagai kayu bakar,” kata Imam Syibli.
“Itulah nasibku,” kata pohon mangga.
“Jadi mana yang lebih baik, nasibmu atau nasib pohon cemara itu yang di sana?” tanya Imam Syibli.
“Inilah kebangganku, memang phon cemara di sana bisa selamat dengan cara begitu, akan tetapi kalau sudah tua nanti akan roboh begitu saja dan tidak ada yang mengambil batangnya untuk dibuat kayu bakar, apalagi arang. Sedangkan aku, meskipun pada akhirnya aku akan hancur dan dimakan api, tapi dengan cara terhormat. Karena manusia tidak akan sembarangan membakarku jika tidak untuk keperluan yang jelas seperti untuk memasak dan sebagainya,” jawab pohon mangga.
Pohon mangga melanjutkan penuturannya.
“Jadi aku nini masi ada gunanya sampai pada akhir hidupku,” kata pohon mangga.
“Abu bekas pembakaranku juga masih diperlukan orang untuk menggosok perabotan rumah tangga, dan abuku terkenal mahal serta dapat membuat barang-barang dari logam menjadi bersih dan mengkilap. Jadi nasibku lebih baik daripada pohon cemara,” tutur pohon mangga.
Imam Syibli mengangguk-anggukkan kepalanya, ia menyetujui pendapat pohon mangga.
Lebih baik mati terhormat daripada menjual harga diri dengan bersikap munafik yang bersedia mengikuti arus, kemanapun angin bertiup dia pun mengikutinya.
Waasalam..