Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) model kompetensi berbahasa yang digunakan adalah model berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pedagogi bahasa. Salah satu model yang dipilih puskur adalah yang dikemukakan oleh Celce-Murcia dan Thurrell (1995) yang kompatibel dengan pandangan teoritis bahwa bahasa adalah komunikasi, bukan sekedar seperangkat aturan. Model kompetensi berbahasa yang dirumuskan adalah model yang menyiapkan siswa berkomunikasi dengan bahasa untuk berpartisipasi dalam masyarakat pengguna bahasa yang disebut Communicative Competence, digambarkan seperti pada gambar 1.
Model Kompetensi Komunikatif dari Celce-Murcia et al. (dalam Puskur 2004;6) yang berupa Discourse Competence (DC) atau Kompetensi Wacana (KW). Merupakan kompetensi utama, artinya, jika seseorang berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis orang tersebut terlibat dalam suatu wacana. Wacana yang dimaksudkan adalah sebuah peristiwa komunikasi yang dipengaruhi oleh topik yang dikomunikasikan, hubungan interpersonal pihak yang terlibat dalam komunikasi dan jalur komunikasi yang digunakan dalam satu konteks budaya. Makna apapun yang ia peroleh dan ia ciptakan dalam komunikasi selalu terkait dengan konteks budaya dan konteks situasi yang melingkupinya. Berpartisipasi dalam percakapan, membaca dan menulis secara otomatis mengaktifkan kompetensi wacana yang berarti menggunakan seperangkat strategi atau prosedur untuk merealisasi nilai-nilai yang terdapat dalam unsur-unsur bahasa, tata bahasa, isyarat-isyarat pragmatiknya dalam menafsirkan dan mengungkapkan makna (Mc. Carthy dan Carter 2001:88 dalam Puskur 2004;6). Kompetensi wacana hanya dapat diperoleh jika siswa memperoleh kompetensi pendukungnya yaitu: (1) Linguistic Competence (Kompetensi Linguistik) meliputi kemampuan seperti menggunakan tata bahasa, kosa kata, ucapan, intonasi, dan tanda baca. (2) Actional Competence yang terdiri dari: (a). Kompetensi Tindak Tutur untuk bahasa lisan seperti membuka pembicaraan, menginterupsi, membuat simpulan, berpamitan dan sebagainya. (b). Kompetensi Retorika untuk bahasa tulis seperti langkah-langkah retorika teks Procedure, Narrative, Recount, Report, dan Descriptive. (3) Sociocultural Competence (Kompetensi Sosiocultural) mengacu pada kemampuan menggunakan bahasa secara berterima dipandang dari konteks budaya bahasa Inggris, misalnya mengatakan thank you bila diberi sesuatu, sorry dan please. Tidak pantas bertanya umur, how do you do untuk bahasa formal, tanya jawab tentang nama tidak perlu menggunakan I’m… atau my name is ……. dan hal-halyang tidak lazim dikatakan tetapi di Indonesi tidak digunakan (memberi nomor telepon milik orang lain tanpa ijin). (5) Strategic Competence (Kompetensi strategi) adalah kompetensi yang dipergunakan untuk mengatasi kesulitan ketika pembicaraan berlangsung (communication breakdown) misalnya meminta pengulangan, mengatakan dengan cara lain dan sebagainya.
Karena itu perumusan kompetensi dan indikator-indikator bahasa Inggris perlu didasarkan kepada komponen-komponen tersebut di atas untuk menjamin bahwa kegiatan pendidikan yang dilakukan mengarah kepada tercapainya satu kompetensi utama, yakni kompetensi wacana.
Selain kelima komponen tersebut, didalam Kurikulum Berbasis Kompetensi aspek sikap juga dirumuskan sebagai hasil belajar yang dapat diamati berdasarkan apa yang dilakukan siswa selama menjalani proses pembelajaran seperti berinisiatif untuk berlatih dengan teman, melaksanakan tugas tepat waktu, senantiasa membawa kamus, dan sebagainya.